Selasa, 22 Oktober 2013

"Siklus Hidup Produk (PLC) LIFEBUOY"


          Lifebuoy dipasarkan pertama kali di Inggris pada tahun 1894 dengan nama Royal Lifebuoy. Hadirnya sabun desinfektan berukuran bata dengan harga terjangkau ini dikaitkan dengan kesehatan dan kesejahteraan penduduk Inggris yang sangat buruk di era Revolusi Industri. Karena pada zaman itu, sebagian besar penduduk Inggris khusunya golongan pekerja tinggal di daerah miskin. Dan di daerah tersebut penularan penyakit seperti disentri, tipus dan penyakit kuning menyebar dengan sangat cepat sehingga menyebabkan banyak kematian khususnya pada bayi.

Lifebuoy sabun pembunuh kuman telah dipasarkan di banyak Negara termasuk di wilayah Asia dan beberapa Negara di Afrika. Sabun kesehatan pertama di dunia ini menjejakkan kaki pertama kali di wilayah Asia pada tahun 1895 melalui Negara India, tentunya dengan gencar melakukan promosi. Maka sejak saat itu penjualan Lifebuoy terus meningkat, sehingga dipertengahan tahun 1930an Lifebuoy mulai diproduksi di beberapa pabrik di India. Selain masuk ke pasar India, Lifebuoy juga dipasarkan ke beberapa Negara Asia Selatan lainnya seperti Sri Lanka, Burma, Bangladesh dan Pakistan. Sedangkan untuk wilayah Asia Tenggara, Lifebuoy dipasarkan untuk pertama kalinya pada tahun 1948 melalui Indonesia, Negara yang sebagian besar populasi penduduknya hidup miskin di daerah pedalaman dengan kondisi kesehatan yang buruk.

Di Inonesia, Ibu adalah pengambil keputusan dalam rumah tangga dan memiliki kendali utama dalam proses belanja rumah tangga. Karenanya target utama Lifebuoy Indonesia adalah Ibu Rumah Tangga dengan anak-anak usia 7-12 tahun dan berasal dari social class yang peduli kesehatan dan selalu memberikan yang terbaik bagi kesehatan keluarga. Oleh sebab itu, Lifebuoy bisa mempertahankan daur hidupnya dengan mencapai puncak kematangan lebih dari seratus tahun dengan citra merk yang sama. Dengan pangsa pasar di segmen karbol mencapai 95%.

Setelah Lifebuoy mencapai puncak kejayaan, produk ini mulai ditinggalkan konsumen. Karena adanya brand competitor serupa yang memberikan tawaran yang sama, yaitu memberikan perlindungan kesehatan bagi keluarga. Maka hal ini akan menyebabkan konsumen Lifebuoy dan keuntungan produsen menurun drastis.

Namun tidak hanya berhenti sampai disini, untuk memberikan perlindungan kesehatan dan pengalaman mandi yang tidak hanya menyehatkan tetapi juga menyenangkan konsumen, Lifebuoy bangkit kembali dengan melakukan inovasi produk. Seperti merubah bentuk sabun klasiknya ke bentuk baru yang lebih mudah digenggam pada tahun 2000. Di tahun yang sama, Lifebuoy juga mengembangkan formula baru yang dapat memberikan perlindungan maksimal terhadap kuman penyakit dan menghasilkan banyak busa saat mandi. Lifebuoy juga menggantikan aroma sabunnya yang sangat khas, menyerupai obat atau karbol dengan aroma wewangian yang baru yang lebih modern dan menyegarkan.

Selain itu, Lifebuoy juga terus menerus memperluas inovasi rangkaian kategori produknya. Tidak hanya memasarkan Lifebuoy Bar Shoap atau sabun batangan klasik yang dikenal selama ini tetapi juga beberapa kategori produk seperti Lifebuoy Hand Wash, Lifebuoy Shampoo, Lifebuoy Body Wash. Lifebuoy juga mengeluarkan Lifebuoy Clear Skin untuk mengatasi masalah kebersihan kesehatan kulit wajah para remaja.



Minggu, 31 Maret 2013

Ethnic Exotic

Langgam etnik tak hanya dipahami sebagai elemen dekorasi belaka. Setiap unsur etnik memiliki nafas tradisi yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan setiap detail, baik ukiran, pahatan maupun motif merupakan ungkapan falsafah pusaka warisan nenek moyang. Inilah yang membuat etnik memiliki daya nostalgia yang begitu kuat. Suasananya mampu membawa kita ke suasana sepuluh, lima puluh atau bahkan ratusan tahun yang lalu.
Buku ini mengetengahkan rancangan etnik dari rumah tinggal dan rumah peristirahatan karya arsitek dan desainer interior Indonesia. Inspirasi etnik merupakan upaya arsitek dan desainer Indonesia dalam mempertahankan kesetaraan derajat rancangan tradisional dengan rancangan modern yang semakin berpengaruh di dunia secara global.
Melalui karya-karya yang disajikan di dalam buku ini, dapat diamati bahwa pusaka budaya serta unsur tradisi masih tetap mendapat tempat di hati masyarakat. Dapat dipahami, ternyata inspirasi arsitektur tradisional mampu beradaptasi di tengah-tengah semaraknya pengaruh baru. Hal ini adalah bukti bahwa falsafah yang diwariskan oleh leluhur kita di masa lalu merupakan nilai-nilai yang mendalam yang tidak mudah dimakan waktu. Unsur etnik kemudian hadir sebagai identitas rancangan didalam balutan nuansa modern. Melalui rancangan etnik, arsitek dan desainer interior mencoba mengungkap kembali tradisi Indonesia melalui bahasa desain. Inilah yang menjadi pertimbangan utama penyusunan buku ini. Bagaimana pembaca dapat menyelami keragaman tradisi yang Indonesia miliki melalui karya-karya yang tersaji di dalamnya. Sudah seharusnya kearifan budaya terus kita libatkan dalam perkembangan arsitektur dan desain interior ditanah air.
Beragam gagasan etnik dikemukakan melalui rancangan yang berbeda. Visualisasi rancangan antik serta elemen-elemen etnik yang unik dari beberapa daerah Jawa dan Bali, kiranya tidak hanya dapat membawa pembaca kilas balik ke masa lampau, namum juga dapat menjelma menjadi sebuah inspirasi.